Alasan Amandemen Pasal 7 UUD 1945
Alasan Amandemen Pasal 7 UUD 1945. Sebelum amandemen, Pasal 7 UUD NRI 1945 berbunyi "Presiden memiliki hak untuk diangkat kembali sebagai presiden dalam jangka 5 tahun kepemerintahan dan selanjutnya bisa dipilih kembali tanpa batas yang ada". Setelah diamandemen bunyi Pasal 7 UUD 1945 adalah "Presiden memiliki hak kepemerintahan sebanyak dua kali masa jabatan yang masing-masing berjangka 5 tahun untuk dipilih oleh masyarakat Indonesia secara langsung". Kenapa sih Pasal 7 UUD 1945 perlu dibatasi? atau Kenapa sih masa jabatan Presiden harus dibatasi?
Untuk menjawab pertanyaan ini ada baiknya kita mereview pemikiran yang melatar belakangi ide pembatasan itu. Setelah Soeharto terguling, sejumlah elemen masyarakat menuntut, salah satunya adalah perubahan (amandemen) UUD 1945. Tuntutan ini kemudian direspons Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Melalui Panitia Ad Hoc (PAH) I Badan Pekerja, MPR menggodok dan melakukan amandemen sejumlah pasal. Salah satunya pasal 7 tentang masa jabatan presiden.
Menurut mantan anggota PAH I dari PPP, Lukman Hakim Saifuddin, perubahan pasal 7 masuk dalam agenda I yang dibahas pada tahun 1999. Pasal 7 UUD 1945 sebelum amandemen itu berbunyi begini:
"Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali."
Saat itu, kata dia, semua fraksi menyepakati perubahan pasal 7 UUD 1945 itu. "Tidak ada satu pun fraksi yang menolak termasuk Fraksi TNI/Polri," kata Lukman yang saat ini menjabat Wakil Ketua MPR.
Menurut Lukman, kesepakatan itu dicapai karena semua fraksi menganggap Indonesia perlu belajar dari kepemimpinan dua presiden sebelumnya: Soekarno dan Soeharto.
Karena pasal itu, Seokarno mengangkat dirinya sebagai presiden seumur hidup. Begitu pun Soeharto, yang mencoba mengakali pasal itu. Dimana ia selalu dipilih terus hingga enam periode.
Menambahkan pembatasan terhadap masa kepemimpinan Presiden perlu dilakukan karena untuk keberlangsungan demokrasi. "Jangan sampai demokrasi membuat masyarakat mengkultuskan individu".
Untuk menjawab pertanyaan ini ada baiknya kita mereview pemikiran yang melatar belakangi ide pembatasan itu. Setelah Soeharto terguling, sejumlah elemen masyarakat menuntut, salah satunya adalah perubahan (amandemen) UUD 1945. Tuntutan ini kemudian direspons Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Melalui Panitia Ad Hoc (PAH) I Badan Pekerja, MPR menggodok dan melakukan amandemen sejumlah pasal. Salah satunya pasal 7 tentang masa jabatan presiden.
Menurut mantan anggota PAH I dari PPP, Lukman Hakim Saifuddin, perubahan pasal 7 masuk dalam agenda I yang dibahas pada tahun 1999. Pasal 7 UUD 1945 sebelum amandemen itu berbunyi begini:
"Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali."
Saat itu, kata dia, semua fraksi menyepakati perubahan pasal 7 UUD 1945 itu. "Tidak ada satu pun fraksi yang menolak termasuk Fraksi TNI/Polri," kata Lukman yang saat ini menjabat Wakil Ketua MPR.
Menurut Lukman, kesepakatan itu dicapai karena semua fraksi menganggap Indonesia perlu belajar dari kepemimpinan dua presiden sebelumnya: Soekarno dan Soeharto.
Karena pasal itu, Seokarno mengangkat dirinya sebagai presiden seumur hidup. Begitu pun Soeharto, yang mencoba mengakali pasal itu. Dimana ia selalu dipilih terus hingga enam periode.
Menambahkan pembatasan terhadap masa kepemimpinan Presiden perlu dilakukan karena untuk keberlangsungan demokrasi. "Jangan sampai demokrasi membuat masyarakat mengkultuskan individu".
Latihan Soal UUD 1945 CPNS 2020 dan PembahasanInilah bahayanya jika kekuasaan Presiden tidak dibatasi:
- Seseorang akan otoriter
- Abuse of Power, menyalahgunakan kekuasaan
- Regenerasi kepemimpinan nasional macet
- Seseorang bisa menjadi diktator
- Timbulnya kultus individu
Post a Comment for "Alasan Amandemen Pasal 7 UUD 1945"